BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Game online adalah sebuah perwujudan dari
berkembangnya teknologi modern yang ada di dunia ini. Game online kini juga
memiliki banyak genre mulai dari RPG (Role Playing Game), puzzle, hingga MOBA
(Multiplayer Online Battle Arena).3 Game dengan genre MOBA ini cukup populer
saat ini. Game ini dimainkan oleh beberapa orang sekaligus dalam satu waktu.
Dan biasanya dalam permainan akan dibagi menjadi dua tim yang akan bertarung
memperebutkan kemenangan. Kemanangan dapat diraih jika tim dapat menghancurkan
bangunan tertentu milik lawan.
Salah satu game MOBA tersebut adalah Mobile Legends
Bang Bang. Game ini dimainkan dengan cara mengontrol salah satu karakter yang
disebut hero dari daftar hero yang sudah dimiliki. Kerjasama tim menjadi kunci
di permainan ini. Setiap hero juga memiliki skill yang berbeda satu sama lain,
karena itu memahami karakter dari hero yang digunakan menjadi hal yang sangat
fundamental.
Akhir-akhir ini sering peneliti temukan banyak dari
kalangan siswa SMAN 40 Jakarta yang tidak bisa lepas dari smartphone-nya. Dan
dari berbagai macam gerak-gerik siswa tersebut yang menarik perhatian peneliti
adalah kecanduan game online Mobile Legends Bang Bang. Game yang satu ini
memang menjadi sangat populer belakangan ini.
Game ini adalah salah satu dari sekian banyak permainan smartphone yang
menggiurkan siswa untuk mengurungkan niatnya membaca buku dan mencari
pengalaman yang membentuk karakter.
Candu siswa SMAN 40 Jakarta akan permainan android
tersebut bisa dibuktikan mulai saat jam istirahat, olahraga, freeclass, serta pada tempat – tempat
tertentu seperti di lorong sekolah, kantin, gazebo sekolah, hingga di dalam
ruangan kelas kini telah dipenuhi oleh para pemain game itu. Tanpa memerhatikan
nilai untuk menimba ilmu di sekolah, kebanyakan siswa SMAN 40 Jakarta kini
lebih memilih untuk memainkan game Mobile Legends Bang Bang dalam tiap kali
pertemuan dengan orang lain.
Fenomena inilah yang melatarbelakangi munculnya ide
peneliti untuk melakuan kajian terhadap Perilaku Gamers Mobile Legends: Bang –
Bang terhadap Manajemen Waktu Siswa SMAN 40 Jakarta. Karena bagaimanapun juga
fenomena ini telah menjadi semacam budaya di kalangan siswa. Penelitian ini akan dimaksudkan untuk kajian lapangan.
Oleh karena itu, data- data yang akan peneliti gunakan adalah langsung
bersumber dari wawancara dengan para informan serta data-data yang peneliti
temukan di dalam penelitian terdahulu oleh peneliti lain sebelumnya.
1.2 Fokus Penelitian
Pada penelitian ini, memiliki fokus pembahasan
mengenai perilaku siswa/i SMAN 40 yang memiliki hobi/gemar bermain game online
MOBA khususnya Mobile Legends. Pada penelitian ini akan mengangkat permasalahan
perilaku siswa/i SMAN 40 Jakarta dalam perihal manajemen waktu. Karena seperti
yang telah terjadi dalam beberapa kasus, seseorang yang gemar bermain Mobile
Legends hingga kecanduan tidak dapat mengontrol emosi dan melupakan lingkungan
sekitar. Penelitian ini akan menggunakan teknik wawancara untuk mengumpulkan
data dari beberapa sumber.
1.3 Rumusan Masalah
a.
Bagaimana manajemen waktu gamers Mobile
Legends siswa SMAN 40 Jakarta?
b.
Bagaimana pola persebaran gamers dalam bermain Mobile Legends siswa SMAN 40 Jakarta?
c.
Apakah bermain Mobile
Legends dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa SMAN 40 Jakarta?
d.
Bagaimana mengatasi kecanduan gamers dalam bermain Mobile Legends siswa SMAN 40 Jakarta?
BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku
Setiap manusia memiliki perilaku. Perilaku merupakan
cermin dari diri manusia itu sendiri. Perilaku timbul dari motif yang ada di dalam
manusia. Menurut Bimo Walgito (Walgito, 1980:10) dengan demikian bahwa perilaku
atau aktifitas-aktifitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis.
Sedangkan jenis perilaku dapat dibedakan menurut Bimo
Walkito (Walkito, 1980:12-13), Perilaku manusia dapat antara perilaku yang
refleksi dan perilaku non-refleksi. Reaksi atau perilaku refleksif adalah
perilaku yang terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus yang
diterima organisme atau individu tidak sampai ke pusat susunan syaraf atau
otak, sebagai pusat kesadaran, sebagai pusat pengendali dari sifat manusia.
Misalnya reaksi kedip mata bila kena sinar; gerak lutut bila kena sentuhan
palu; menarik jari bila kena api dan sebagainya. Perilaku non refleksi adalah
perilaku dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses yang
terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini disebut proses psikologi. (Branca,
1964). Perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, dapat dikendalikan,
karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar.
Disamping perilaku manusia dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti
bahwa perilaku itu dapat diatur oleh individu yang bersangkutan, perilaku
manusia juga merupakan perilaku yang terintegrasi (integrated), yang berarti
bahwa keseluruhan keadaan individu atau manusia itu terlibat dalam perilaku
yang bersangkutan bukan bagian demi bagian
2.2 Bermain
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk memperoleh kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir dari
kegiatan tersebut. Bermain dilakukan secara sukarela, tanpa adanya unsur
paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Bermain dapat berfungsi sebagai
media yang baik untuk belajar berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta
suara (Wong et al., 2008).
Definisi bermain mencakup segala usia baik muda maupun tua. Bermain untuk
usia anak sekolah diartikan sebagai aktivitas yang didasari oleh dorongan rasa
ingin menang. Bagi remaja dan dewasa muda, bermain tergolong dalam kebutuhan
sekunder yang sebaiknya terpenuhi untuk memberikan kesegaran secara fisik dan
psikis, sehingga terlepas dari rasa penat atau bosan serta untuk memperoleh
semangat baru. Sedangkan bagi kaum dewasa pekerja, bermain merupakan suatu
rekreasi yang dapat membantu mengurangi beban pikiran akibat kerja (Nakita,
2001).
2.3 Game Online
2.3.1 Definisi Game Online
Definisi Game merupakan jenis hiburan yang disukai
oleh semua orang dari usia anak- anak, dewasa maupun tua. Selain digunakan
untuk menghilangkan kepenatan dalam beraktivitas, sebuah game juga dapat
berfungsi untuk melatih pola pikir seseorang untuk mencari solusi memecahkan
suatu permasalahan yang ada di sebuah game (Singh, Sharma, & Talwar, 2012).
Sedangkan game online adalah permainan yang dapat diakses oleh banyak pemain,
dimana mesin-mesin yang digunakan pemain dihubungkan oleh jaringan internet
(Adams dan Rollings, 2010). Game online merupakan aplikasi permainan yang
terdiri dari beberapa genre yang memiliki aturan main dan tingkatan-tingkatan
tertentu. Bermain game online memberikan rasa penasaran dan kepuasan psikologis
sehingga membuat pemain semakin tertarik dalam memainkannya.
2. 3. 2 Mobile Legends : Bang – Bang
Mobile Legends: Bang Bang adalah sebuah permainan
MOBA yang dirancang untuk ponsel. Kedua tim lawan berjuang untuk mencapai dan
menghancurkan basis musuh dengan mempertahankan basis mereka sendiri untuk
mengendalikan jalan setapak, tiga "jalur" yang dikenal sebagai
"top", "middle" dan "bottom", yang menghubungkan
basis-basis.
Di masing-masing tim, ada lima pemain yang
masing-masing mengendalikan avatar, yang dikenal sebagai "hero", dari
perangkat mereka sendiri. Karakter terkontrol komputer yang lebih lemah, yang
disebut "minions", mengikuti tiga jalur ke basis tim lawan, melawan
musuh dan menara.
2.4
Kecanduan Game
Online
2. 4. 1 Definisi
Kecanduan
Kecanduan atau addiction merupakan perasaan yang
sangat kuat terhadap sesuatu yang diinginkannya sehingga ia akan berusaha untuk
mencari sesuatu yang sangat diinginkannya itu, misalnya kecanduan internet,
kecanduan melihat televisi, kecanduan bermain game dan sebagainya. Seseorang
dapat dikatakan mengalami kecanduan jika tidak mampu mengontrol keinginannya
untuk menggunakan sesuatu, sehingga dapat menyebabkan dampak negatif bagi
individu itu sendiri baik secara fisik maupun psikis (Badudu dan Zain, 2005).
Griffiths dalam Essau (2008) mendefinisikan bahwa
kecanduan merupakan aspek perilaku yang kompulsif, adanya ketergantungan, dan
kurangnya kontrol. Adapun menurut Cooper, kecanduan merupakan perilaku
ketergantungan pada hal yang disenangi pada kesempatan yang ada. Orang
dikatakan kecanduan apabila dalam satu hari melakukan kegiatan yang sama
berulang-ulang sebanyak lima kali atau lebih.
Berdasarkan uraian diatas maka kecanduan dapat
diartikan sebagai suatu kondisi dimana individu merasa ketergantungan terhadap
suatu hal yang disenanginya pada berbagai kesempatan yang ada yang disebabkan
karena kurangnya kontrol diri sehingga dapat menimbulkan perilaku yang
kompulsif dan dapat menyebabkan dampak yang negatif.
2. 4. 2 Kecanduan Game Online
Kecanduan game online dikenal dengan istilah Game
Addiction (Grant dan Kim, 2003). Artinya seorang pemain atau player bermain
secara berlebihan seakan-akan tidak ada hal yang ingin dikerjakan selain
bermain game dan seolah-olah game ini adalah hidupnya, serta memiliki pengaruh
negatif bagi pemainnya (Weinstein, 2010).
Terdapat 7 aspek/ kriteria kecanduan game, yakni
saliance, tolerance, mood modification, withdrawal, relapse, conflict, dan
problems (Griffiths dan Davies, 2005).
a.
Saliance, apabila bermain game menjadi aktivitas yang
sangat penting dalam hidup seseorang dan mendominasi pemikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya.
b.
Tolerance, saat dimana seseorang mulai bermain lebih
sering, sehingga meningkatnya waktu yang dibutuhkan untuk bermain.
c.
Mood modification, hal ini mengacu pada pengalaman subjektif melalui bermain
game, mereka mengalami perasaan yang menggairahkan atau merasakan ketenangan.
d.
Withdrawal, adalah perasaan tidak nyaman atau efek
fisik yang timbul ketika kegiatan bermain game dikurangi atau dihentikan,
misalnya tremor, murung, mudah marah.
e.
Relapse, adalah kecenderungan untuk melakukan kegiatan
bermain game secara berulang, kembali ke pola awal (kambuh) atau bahkan lebih buruk.
f.
Conflict, mengacu kepada konflik antara pemain game
dan orangorang disekitar mereka (konflik interpersonal), konflik dengan
kegiatan lain (pekerjaan, sekolah, kehidupan sosial, hobi dan minat) atau dari
dalam individu itu sendiri yang khawatir karena terlalu banyak menghabiskan waktu
bermain game (konflik intrapsikis).
g.
Problem, mengarah pada masalah yang diakibatkan oleh
penggunaan game yang berlebih. Masalah bisa timbul terhadap individu itu
sendiri seperti konflik intrapsikis dan perasaan subjektif kehilangan kontrol.
2. 4. 3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Game Online
Young (2009) berpendapat bahwa secara umum, terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi kecanduan game online,yakni:
1.
Gender atau Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan sama-sama dapat tertarik dengan game online.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa laki-laki lebih mudah untuk bisa menjadi
candu terhadap game dan menghabiskan lebih banyak waktu untuk game dibandingkan
dengan perempuan (Imanuel, 2009). Penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa
laki-laki memiliki risiko lebih besar kecanduan game online dibandingkan dengan
perempuan (Razieh, 2012).
2.
Kondisi Psikologis
Pemain game online sering bermimpi mengenai game, karakter mereka dan
berbagai situasi. Fantasi yang ada pada game sangat kuat, membawa pemain dan
menjadi alasan bagi pemain untuk melihat permainan itu kembali. Pemain merasa
bhawa bermain game itu menyenangkan dan memberi kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya karena jenuh terhadap kehidupan nyata mereka.
3.
Jenis Game
Setiap pemain memiliki ketertarikan yang berbeda pada jenis game
tertentu. Pemain dapat menjadi kecanduan karena permainan baru atau permainan
yang menantang dan menimbulkan rasa penasaran dalam dirinya sehingga pemain
semakin termotivasi untuk memainkannya.
2.5 Motivasi Bermain Game Online
Menurut Yee (2007) terdapat 10 komponen motivasi yang melatarbelakangi
pemain game online hingga mereka menjadi kecanduan, yang dikelompokkan menjadi
tiga, yaitu:
1.
The Achievement Component
·
Advancement, didasari oleh pemain yang ingin
memperoleh kekuasaan atau kekuatan di dunia maya, kemajuan yang cepat, dan
status yang semakin meningkat.
·
Mechanics, didasari oleh pemain yang memiliki
ketertarikan untuk memahami aturan atau sistem yang mendasari supaya dapat
mengoptimalkan kemampuan karakter yang dimainkan.
·
Competition, berupa hasrat untuk menantang dan bersaing dengan pemain lain.
2.
The Social Component
·
Socializing, yaitu memiliki ketertarikan untuk
bercakap (chatting) dengan pemain lain
·
Relationship, berupa hasrat untuk menjalin hubungan dengan pemain lain.
·
Teamwork, berupa kepuasan jika menjadi bagian dalam usaha kelompok.
3.
The Immersion Component
·
Discovery, berupa hasrat ingin mengetahui dan menemukan hal baru.
·
Role-playing, berupa hasrat untuk menciptakan sebuah
karakter dengan latar belakang tersendiri dan berinteraksi dengan pemain lain
untuk membuat improvisasi cerita.
·
Costumization, berupa ketertarikan untuk menyesuaikan
tampilan karakter sesuai kemauan mereka sendiri.
·
Escapism, menggunakan dunia maya untuk menghindari
pikiran atau stress yang timbul akibat masalah di dunia nyata.
2.6 Pengaruh Kecanduan Game Online terhadap Prestasi Akademik
Kecanduan game online adalah suatu kondisi dimana
pemain tidak dapat mengontrol diri dalam memainkan game online sehingga dapat
memengaruhi prestasi belajar mereka khususnya mahasiswa. Pola perilaku akademis
dapat dilihat melalui bagaimana mereka melalaikan kegiatan
akademik sehingga berdampak pada hasil akhir berupa indeks prestasi
kumulatif yang mereka miliki. Pemain yang kecanduan game online akan cenderung
mengalami penurunan prestasi akademik. Rendahnya prestasi yang dimiliki
mahasiswa pecandu game online disebabkan oleh penurunan minat dan motivasi
dalam belajar (Greenfield, 1999).
Pemain yang sudah kecanduan game online biasanya akan
mengalami gangguan pola tidur. Pemain akan melewati batas yang seharusnya
dimanfaatkan untuk beristirahat. Waktu istirahat yang buruk akan menyebabkan
keletihan dan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi
dalam belajar berkurang (Young 1999). Achab S dan Nicolier M (2011) dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa kecanduan game online memiliki efek terhadap
kesehatan psikis 3,23 kali lebih besar dan efek terhadap kesehatan fisik 14,09
kali lebih besar disbandingkan dengan yang bukan pecandu.
BAB III
METODOLOGI
3.1
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di wilayah Jakarta Utara,
tepatnya SMAN 40 Jakarta. Terdapat di Jalan Budimulya Raya, Pademangan Barat,
Jakarta Utara, DKI Jakarta, Indonesia, 14420. Dengan maraknya fenomena
kecanduan game online Mobile Legends: Bang – Bang tersebut juga dirasakan
kepada para remaja seperti siswa SMAN 40 Jakarta yang masih duduk di bangku
sekolah. Maka dari itu, peneliti ingin mengetahui
3.2
Waktu Penelitian
Penelitian untuk mengamati topik terkait “Perilaku
Gamers Mobile Legends: Bang – Bang terhadap Manajemen Waktu Siswa SMAN 40
Jakarta” dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2018. Dengan kunjungan
observasi selama 3 hari, yaitu pada tanggal
3.3 Jenis Penelitian
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2011: 73),
penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa
manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan
antar kegiatan. Satu-satunya perlakuan yang diberikan hanyalah penelitian itu
sendiri, yang dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Berdasarkan keterangan dari beberapa ahli di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian deskriptif kualitatif yaitu rangkaian
kegiatan untuk memperoleh data yang bersifat apa adanya tanpa ada dalam kondisi
tertentu yang hasilnya lebih menekankan makna. Di sini, peneliti menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif karena penelitian ini mengetahui fenomena perilaku gamers
Mobile Legends terhadap manajemen waktu siswa SMAN 40 Jakarta, Selain itu
penelitian ini juga bersifat induktif dan hasilnya lebih menekankan makna.
3.4 Sumber Data
Data adalah bagian terpenting dari suatu penelitian,
karena dengan data peneliti dapat mengetahui hasil dari penelitian tersebut.
Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai
sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam
dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Sesuai dengan
karakteristik data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka teknik
pengumpulan data yang dilakukan adalah:
a.
Wawancara
Menurut Suharsimi Arikunto (2010) yang dimaksud dengan
wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara (interviewer) untuk memperoleh informasi
dari terwawancara (interviewee).
Wawancara merupakan suatu kegiatan yang dilakukan langsung oleh peneliti dan
mengharuskan antara peneliti serta narasumber bertatap muka sehingga dapat
melakukan tanya jawab secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara.
Wawancara pada penelitian ini ditujukan kepada siswa SMAN 40 Jakarta yang bermain permainan Mobile Legends: Bang –
Bang. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai perilaku siswa
dalam hal mengelola waktu dalam kegiatan selama di sekolah.
b.
Observasi
Suharsimi Arikunto (2010), mengatakan bahwa observasi
merupakan pengamatan yang meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Observasi dalam penelitian
kualitataif dilakukan terhadap situasi sebenarnya yang wajar, tanpa
dipersiapkan, dirubah atau bukan diadakan khusus untuk keperluan penelitian.
Teknik pengumpulan data dengan observasi pada penelitian ini bertujuan untuk
mengumpulkan data mengenai proses pembentukan manajemen waktu siswa SMAN 40
Jakarta yang menjadi gamer melalui permaian Mobile Legends: Bang – Bang.
Observasi ini bertujuan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap mengenai perilaku
SMAN 40 Jakarta di sekolah.
c.
Studi Dokumentasi
Menurut Hamidi (2004), metode dokumentasi adalah
informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi
maupun dari perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar
oleh peneliti untuk memperkuat hasil penelitian. Menurut Sugiyono (2013),
dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumentel dari
seseorang. Pada penelitian ini, dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti adalah
dokumentasi wawancara penduduk lokal dalam bentuk rekaman, foto, dan video.
Selain itu, dokumentasi juga dilakukan saat observasi lapang yaitu dalam
bentuk foto dan catatan-catatan kecil. Hasil dokumentasi ini kemudian
dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui perilaku gamers Mobile Legends
terhadap manajemen waktu siswa SMAN 40 Jakarta.
3.5 Instrumen Penelitian
Bogdan dan Biklen (dalam Djam’an Satori., 2011: 62) menyatakan penelitian kualitatif
mempunyai setting yang alami sebagai sumber langsung dari data dan peneliti itu
adalah instrumen kunci. Maksudnya adalah peneliti sebagai alat pengumpul data
utama. Dalam penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya. Selain itu,
temuan atau data dapat dinyatakan
valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa
yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti (Sugiyono, 2009: 365).
Instrumen dalam penelitian ini adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Dalam penelitian ini dibutuhkan manusia sebagai
peneliti karena manusia dapat menyesuaikan sesuai dengan keadaan lingkungan.
Melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif,
penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan
bekal. memasuki lapangan. Selain itu, peneliti juga dibantu dengan panduan
observasi dan panduan wawancara. Panduan observasi digunakan untuk mengamati
perilaku siswa SMAN 40 Jakarta di sekolah. Selain itu, pedoman wawancara juga
digunakan untuk mengetahui perilaku siswa yang gemar bermain game Mobile
Legends dapat mengelola waktu.
3.6 Pengolahan Data
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009: 337-338)
mengemukakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data setelah
selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang
diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan
melanjutkan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap
kredibel. Selain itu, aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh.
Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka
peneliti melakukan antisipatori sebelum melakukan reduksi data. Selain itu,
dapat disimpulkan juga bahwa langkah-langkah
analisis data antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan
satu sama lain. Langkah- langkah tersebut tidak dapat dipisahkan atau pun
kerjakan secara tidak urut. Pengumpulan data dilakukan selanjutnya dengan
membentuk kategorisasi dari setiap data yang disajikan dalam bentuk lembar
coding (coding sheet).
3.7 Analisa Data
Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti dengan menggunakan
analisis kualitatif model interaktif adalah sebagai berikut:
1.
Mengobservasi perilaku siswa pada saat siswa mengikuti
kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas.
2.
Melakukan wawancara dengan siswa yang bermain
permainan Mobile Legends: Bang – bang sesuai pedoman wawancara yang telah dibuat;
3.
Membaca dan menjabarkan pernyataan dari siswa yang
merupakan gamer, mencari definisi dan postulat yang cocok, dengan mencatat
hal-hal penting yang berkaitan dengan konsep-konsep kunci yang telah ditetapkan
baik berupa pernyataan, definisi, unsur-unsur dan sebagainya
4.
Mengkategorikan catatan-catatan yang diambil dari
sumber data lalu mengklasifikasikannya ke dalam kategori yang sama
5.
Mengkategorikan kategori yang telah disusun dan
dihubungkan dengan kategori lainnya sehingga hasilnya akan diperoleh susunan
yang sistematis dan berhubungan satu sama lain.
6.
Menelaah relevansi data dengan cara mengkaji susunan
pembicaraan yang sitematik dan relevansinya serta tujuan penelitian
7.
Melengkapi data dengan cara mengkaji isi data baik
berupa hasil observasi dan hasil wawancara serta hasil dokumentasi dilapangan
8.
Menjadikan jawaban, maksudnya adalah hasil kajian data
kemudian dijadikan jawaban setelah dianalisis
9.
Menyusun laporan, setelah menjabarkan jawaban secara terperinci.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Wilayah Penelitian
SMA Negeri 40 terletak di lingkungan kawasan bisnis
Mangga Dua dan Taman Impian Jaya Ancol. Tepatnya di Jalan Budimulya Raya
Pademangan Barat, Jakarta Utara. Sejak tahun 1992 sekolah ini bertengger di
kawasan tersebut. Sebelumnya berada di wilayah Pademangan Timur tidak jauh dari
wilayah sekarang. Sekolah ini menjadi tumpuan masyarakat sekitarnya, yang rata
– rata masyarakatnya berprofesi sebagai pekerja. Sekolah ini terus berbenah
diri untuk mewujudkan visinya. Dahulu sekolah ini bernama SMA X Filial yang
beralamat di Jalan Pademangan Timur IV, Kelurahan
Pademangan Timur, Kecamatan Penjaringan digunakan mulai tangga 1 April 1976
yang dibangun oleh Pemda DKI Jakarta melalui proyek (Pelita) dengan Keputusan
Gubernur DKI Jakarta Nomor : 229/WKA/A.III/1976 tanggal 26 Februari 1976 pada waktu itu Kepala SMA Negeri
X Filial dijabat oleh Bapak T. Alian. Keadaan sekolah pada tanggal 20 Oktober
1976 baru memiliki ruang kelas 4 lokal, 1 ruang Kepala Sekolah, 1 ruang Guru, 1
ruang Tata Usaha dengan jumlah 160 siswa/I, terdiri dari 120 siswa dan 40
siswi, kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00 sampai pukul 12.40 WIB.
Pada tahun 1978, dilakukan pengunggulan sekolah –
sekolah filial menjadi sekolah – sekolah negeri. Untuk wilayah DKI Jakarta
termasuk di dalamnya SMA Negeri X Filial. Setelah dilakukan pengunggulan SMA
Negeri X Filial akhirnya mejadi SMA Negeri 40 jakarta dengan Surat Keputusan
Mendikbud RI Nomor : 02998/1978 tanggal 13 September 1978 , dengan alamat
sekolah yang sama yakni Jalan Pademangan Timur VI, Jakarta Utara. Sejak saat itu, sekolah ini pindah alamat
dengan menempati gedung baru yang beralamat Jalan Budi Mulya Raya, Kelurahan
Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan sejak tanggal 1 Juli 1992 dengan
sertifikat tanah HAK PAKAI No.346 Nomor Sertifikat AB6418409.02.06.4.00346
Tanggal 9 April 1992. Keputusan Kepala Dinas Dikmentri Provinsi DKI Jakarta
Nomor : 460 / 2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang penetapan SMA Plus standar
Nasional / Internasional, SMA Plus standar Nasional, SMA Plus standar Provinsi, SMA Plus standar Kotamadya dan SMA Plus Pendamping Kotamadya
di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2006 SMAN Negeri 40 Jakarta dipercaya sebagai SMA Plus
Pendamping Kotamadya. Sejak tahun 2008 – 2009 menjadi Sekolah Rintisan Kategori
Mandiri (SKM) menuju Sekolah Standar Nasional. Gedung SMA Negeri 40 Jakarta
selesai dibangun pada 14 april 1992 oleh PT. Duta Pertiwi. Sekolah ini
mempunyai luas lahan sebesar 3.950 m2 dan luas bangunan 3 lantai
seluas 3.600 m2.
Gambar 3.1 SMA
Negeri 40 Jakarta, Jakarta Utara
4.2 Perilaku Gamers
Mobile Legends atau yang sering dikatakan dengan
sebutan “ML”
merupakan permainan yang sangat digandurungi oleh semua rentang umur.
Dimulai dari kanak – kanak, remaja, hingga dewasa.
Siswa SMAN 40 Jakarta termasuk remaja yang juga terkena fenomena permainan ML yang dapat menyita waktu sebagian siswa
jika tidak dapat mengontrol diri dalam manajemen waktu. Observasi pertama
didapati beberapa siswa dalam ruang kelas dengan suasana kelas yang berbeda
pula menunjukkan perbedaan perilaku serta posisi tempat duduk yang hamper sama
ketika siswa mencuri kesempatan untuk bermain ML di kelas. Hasil pengamatan di
dapati bahwa, saat jam pelajaran berlangsung terdapat siswa yang sedang bermain
ML di kelas dengan kecendrungan pola tempat duduk yang sama pada kelas yang
berbeda, serta terdapat pemilihan tempat yang digunakan untuk bermain berbeda jika
siswa tidak dalam kegiatan belajar mengajar/ freeclass. Maka dari itu, dilakukan wawancara kepada salah satu
siswa SMAN 40 jakarta untuk
mengetahui pandangan narasumber mengenai ML yang akan memberikan informasi
mengenai manajemen waktu setiap gamer.
4. 2. 1 Motivasi bermain
Narasumber pertama dan ketiga memiliki pandangan yang
hampir sama mengenai permainan ML dengan memberikan pernyataan bahwa pemilihan
permainan ML jika dibandingkan dengan game online lainnya ialah terletak pada
desain grafis yang disajikan oleh game tersebut. Desain grafis dalam permainan
ML dinilai baik untuk tahap permainan pada Smartphone, yang dimana sebelumnya
kita dapat menikmati desain grafis yang sempurna pada permainan PC (Personal
Computer) saja, adanya ML tentu menarik para gamer untuk mencoba visualisasi
dari permainan tersebut, kemudian narasumber kedua memaparkan bahwa permainan
ML memiliki daya tarik tersendiri karena memiliki sebuah nilai moral seperti
melatih kesabaran dalam bermain, serta mendapat motivasi dari seorang Pro-Player ML yang mendapatkan keuntungan
materi hanya dengan bermain game saja.
“mungkin nih ye, dari segi moral kaya ya
ngelatih kesabaran lah ya, dan kaya kita keisi gitu waktu luangnya” –
Narasumber 2
Selain itu, narasumber memiliki suara yang sama mengenai salah satu
manfaat yang terdapat dalam permainan ML, yaitu melatih kemampuan otak dalam
mengasah strategi serta bekerjasama
untuk melatih kekompakan tim. Dengan begitu, hal tersebut dapat dibenarkan jika
menurut penelitian terdahulu bahwa gamer memiliki kemampuan untuk mengasah otak
dengan startegi, walaupun manfaat secara materi belum dirasakan oleh ketiga narasumber.
Kemudian, terdapat perbedaan pemilihan waktu bermain pada setiap
narasumber dengan pembagian 3 waktu pada saat berada di sekolah, yaitu saat
kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung,
istirahat, dan waktu kosong (freeclass).
Pada narasumber kedua memilih jam istirahat sebagai waktu bermain ML di
sekolah, sedangkan narasumber ketiga memilih pada saat freeclass saja. Namun, menariknya pada narasumber pertama
menyatakan bahwa ia dapat memilih waktu saat KBM berlangsung untuk bermain, ia akan
cenderung menyelesaikan permainan nya terlebih
dahulu dengan estimasi waktu satu kali permainan selama 30 menit, setelah itu
dilanjutkan untuk mengerjakan tugas sekolah. Berbeda dengan kedua narasumber
lainnya yang memilih waktu tertentu saja untuk bermain ML di sekolah.
“Hemm ganentu sih, kalo misalnya ada guru ya
gamain dulu, kalo misalnya udah nggak ada keluar paling maen 15 menit atau 30
menitan udah itu aja sih” – Narasumber 1
Informan
|
Pemilihan Waktu
|
||
Jam Istirahat
|
KBM
|
FreeClass
|
|
Narasumber 1
|
Ya
|
Ya
|
Ya
|
Narasumber 2
|
Ya
|
Tidak
|
Ya
|
Narasumber 3
|
Tidak
|
Tidak
|
Ya
|
Table 1. Pemilihan Waktu
dalam Bermain Permainan ML
4.3 Persebaran Gamer dalam Bermain
Pada ketiga narasumber yang saya dapati, terdapat
pengetahuan mental maps/ peta mental sebagai kemampuan dasar narasumber
mengingat – ingat tempat mana yang dipilih narasumber untuk bermain permainan
Mobile Legend pada saat saat kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung,
istirahat, dan waktu kosong (freeclass). Informasi yang peneliti dapat dari
kemampuan dasar narasumber mengenai Mental Maps ialah kecendrungan narasumber
bermaian permainan Mobile Legends pada saat jam pelajaran berlangsung ialah di
tempat duduk paling belakang, dapat di pojok – pojok atau sudut – sudut kelas,
serta dibawah meja.
Gambar 1. Ilustrasi Kelas
Ketika bermain pada saat freeclass, mereka memilih
lorong – lorong kelas untuk bermain secara berkumpul dibawah WiFi.Id, merupakan
WiFi yang terdapat di sekolah, WiFi.Id memiliki
router yang
terdapat di setiap lorong sekolah, sehingga ketiga narasumber sama – sama
memilih bermain di bawah router agar signal yang tertngkap oleh ponsel para
pemain lancar.
Kemudian dari pola persebaran yang terbentuk, dari
informasi yang didapatkan melalui narasumber cenderung lebih memilih bermain
secara mengelompok, dengan mengelompok memudahkan antar pemain dalam 1 tim
saling berkomunikasi dengan baik dan lancar sehingga strategi permainan dalam
perlawanan dapat terkoordinasi dengan baik.
“Kalo saya sih lebih suka berkumpul, karena
kalo main berkumpul itu lebih terkoordinasi dan lebih baik” – Narasumber 3
Dalam pemilihan tempat berdasarkan waktu, pada saat
KBM lebih memilih bermain di bawah meja dengan posisi tempat duduk berada di
sudut – sudut atau pojok kelas. Ketika jam istirahat berlangsung, tidak menjadi
waktu yang selalu dipilih oleh gamer, karena saat istirahat digunakan untuk
makan, dengan kata lain bermain secara mengelompok jarang dilakukan pada jam
tersebut. Namun pada saat freeclass tempat
yang digunakan untuk bermain secara mengelompok adalah di bawah koridor sekolah
dengan memanfaatkan fasilitas WiFi yang terdapat di sekolah.
“Iyasih, saya juga biasanya sering di kelas
di belakang , saya sih biasanya di bawah, di kelas tapi dibawahnya kaya di atas
meja mainnya nunduk, biar gaketauan gitu, gaselalu diatas meja, misalnya di
bawah kursi , bukan di bawah kursi maksudnya kaya pelataran kan di belakangnya
tuh ada kosongnya gitu” – Narasumber 2
4.4 Pengaruh Kecanduan Game Terhadap Prestasi Akademik
Dalam permainan yang sulit dihindari adalah seberapa
besar pengaruh permainan tersebut terhadap kontrol diri setiap individu hingga
mengakibatkan adanya nilai – nilai negatif yang tidak diharapkan. Sama halnya
seperti dilematis yang dirasakan oleh siswa SMAN 40 Jakarta yang masih sekolah,
dimana harus dapat membagi waktu antara bermain dengan belajar. Ketiga
narasumber mengatakan bahwa terdapat keresahan saat memilih antara keinginan
bermain ML dengan belajar di sekolah. Narasumber ketiga dan keempat menyatakan
bahwa ia menggunakan skala prioritas menurut kondisi tertentu di sekolah,
seperti mengerjakan tugas di sekolah terlebih dahulu, setelah itu dapat bermain
ML dengan fokus dan tenang.
“Kalo saya, biasanya kalo eh apa kalo main
Mobile Legend kan gamungkin istirahat, istirahat buat makan, biasanya di
freeclass kalo freeclass gaada ya seharian itu nggak main, tapi kalo ada
freeclass biasanya saya ada misal ada tugas dari sekolah, dikerjain dulu abis
itu baru maen, kalo nggak ada tugas ya tetep main, mungkin misalnya dalam satu
jam pelajaran itu ada dua jam pelajaran, dua jam pelajaran ada sekitar satu
setengah jam itu bener – bener bisa diabisin buat itu” – Narasumber 3
Berbeda halnya dengan narasumber pertama yang dapat bermain ML hingga
malam hari, hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat indikasi ketagihan dalam
bermain ML. Dengan adanya pembagian waktu yang tidak tertata tentu dapat
mempengaruhi prestasi akademik siswa.
“Kalo main hape lama itu bisa bikin pusing,
waktu belajar jadi kurang, iya keganggu biasanya sih saya kalo main ML biasanya
juga sampe malem, jadi waktu tidurnya jadi kurang gak teratur gitu” –
Narasumber 1
4.5 Upaya Mengatasi Kecanduan
Setiap gamer memiliki cara yang berbeda – beda dalam
upaya mengatasi ketagihan bermain permainan ML. Seperti yang dilakukan oleh
narasumber ketiga akan memilih menyibukkan diri dengan membaca buku, lain
halnya dengan narasumber kedua yang akan lebih memanfaatkan smartphone –nya untuk browsing di internet mengenai mata
pelajaran atau suatu hal ilmu yang baru. Namun lain halnya pula dengan
narasumber ketiga yang mengalihkan keinginannya dalam bermain ML dengan
menyibukkan diri untuk bermain dengan teman.
“Kalo saya sih mendingan main sama temen, daripada main ML atau main HP,
nongkrong iya bener sama temen, dunia ini sempit sih kalo misalkan hape tuh
nggak enaknya juga pusing itu iyee.” – Narasumber 1
BAB V
KESIMPULAN
Siswa SMAN 40 Jakarta termasuk remaja yang juga terkena
fenomena permainan ML yang dapat menyita waktu sebagian siswa jika tidak dapat
mengontrol diri dalam manajemen waktu. Siswa SMAN 40 Jakarta lebih memilih
bermain secara mengelompok dengan tempat yang berada di koridor lantai, jika
sendiri akan lebih memilih bermain di bawah meja ruang kelas.
Berdasarkan informasi yang didapatkan melalui
narasumber, dapat dikatakan bahwa manajemen waktu siswa SMAN 40 Jakarta masih
terorganisir dengan baik. Hal tersebut dapat terlihat dari skala prioritas yang
telah dibuat oleh setiap gamer yang menjadi narasumber, yaitu dengan
mengutamakan diskusi dan tugas di kelas terlebih dahulu. Siswa SMAN 40 Jakarta
yang gemar bermain ML dapat mempengaruhi prestasi akademiknya dikarenakan
kecanduan dalam bermain serta manajemen waktu yang tidak baik, sehingga waktu
tidur menjadi tidak teratur, serta konsentrasi belajar di sekolah berkurang.
Namun setiap narasumber memiliki cara tersendiri untuk menghindari bahkan
mengatasi kecanduan dalam bermain Mobile
Legends, salah satunya dengan membaca buku atau mencari hal baru. Dengan
begitu, siswa SMAN 40 Jakarta memiliki manajemen waktu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Aan Komariah dan
Djam’an Satori, 2010, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung : Alfabeta.
Achab S., Nicolier M., Mauny F. et al (2011). Massive Multiplayer online
Playing Games :
Comparing
Characteristics of Addict vs non Addict online Recruited Gamers in a French
Adult Population (Research Article) in BMC Psychiatry II : 144.
Adams, E. & Rolling, A. (2010). Fundamentals of
game design. (2nd ed.). Barkeley, CA : New Riders.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Badudu, J. S, Sutan Mohammad Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta :Pustaka Bimo, Walgito. 1980. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Bruno, 1995. Mengatasi Depresi.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Badudu, J. S, Sutan Mohammad Zain, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta :Pustaka Bimo, Walgito. 1980. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Bruno, 1995. Mengatasi Depresi.
Branca, A.A. (1964).Psychology. The Science of
Behavior.Allyn and Bacon, Inc.,Belmont, California.
D.
Young, Hugh dan Roger A. Friedman, Fisika Universitas (Terjemahan) Jilid.1, Jakarta:
Erlangga, 2002
Donna L. Wong. ...... et all. 2008. Buku Ajar
Keperawatan Pedriatik. Cetakan pertama. Jakarta : EGC.
Essau, C. A. 2008. Adolescent Addiction: Epidemology,
assessment and treatment. New York: Elseiver Inc Greenfield, Alfred C. (2005).
Introducing an Ethical Dimension into the Earnings Management Decision. Dissertation.
Bachelor of Science, Virginia Commonwealth University.
Griffiths, M.D., & Davies,
M.N.O. (2005). Videogame addiction- Does it exist- In J.Goldstein & J. Raessens
(Eds.), Handbook of computer game studies (pp. 359–368). Boston- MIT Press.
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif: Aplikasi
Praktis Pembbuatan Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor : 229 /WKA/A.III/1976 tanggal 26
Februari 1976
Majalah Nakita, 2008; Soepardi Soedibyo, Sri Nasar.
Feeding problem from nutrition perspective. Pediatric nutrition update,2003.
Potenza, M.N, Kim, S.W dan Grant, J.E.(2003). Advances
in The Pharmacological Treatment of Pathological Gambling. Journal of Gambling
Studies, 19(1), 85- 109.
Singarimbun, Masri & Effendi, Sofyan. 1995. Metode
Penelitian Survei, EdisiRevisi. PT. Pustaka LP3ES, Jakarta.
Sugiyono. 2013.
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.CV
Surat Keputusan Mendikbud RI Nomor : 02998/1978 tanggal 13 September 1978.
Weinstein, A. M.
2010. Computer and video game addiction – a comparison between game users and
non game users. The American Journal of Drug and Alcohol Abuse, 36, 268-276.
doi: 10.3109/00952990.2010.491879 (diakses Oktober 2011).
Yee, N. 2002. Understanding MMORPG Addiction. Ariadne, pg. 1-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar